Kajati Tetapkan Lima Tersangka Kasus Korupsi Proyek SPAM PDAM Way Rilau Bandar Lampung
BANDAR LAMPUNG (Lampunggo) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan dan pemasangan jaringan pipa distribusi sistem pompa Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau, Bandar Lampung, Kamis (22/8/2024).
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Muhammad Amin, menjelaskan bahwa kelima tersangka tersebut adalah DS, pemilik PT Kartika Ekayasa; SP, yang diduga memanipulasi dokumen penawaran PT Kartika Ekayasa; S, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDAM Way Rilau; AH, Kepala Cabang PT Kartika Ekayasa; dan SR, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Bandar Lampung tahun 2019, yang juga merupakan anggota kelompok kerja (Pokja) yang mengatur lelang dan memenangkan PT Kartika Ekayasa.
"Empat dari lima tersangka sudah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Way Hui Bandar Lampung selama 20 hari ke depan," ungkap Muhammad Amin dalam konferensi pers. Namun, DS, pemilik PT Kartika Ekayasa, belum dapat memenuhi panggilan sebagai saksi karena sedang menjalani perawatan di luar kota.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyelidikan intensif oleh Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Lampung yang telah dimulai sejak 2 April 2024. Penyidikan ini didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor Print – 01 / L.8 / Fd / 04 / 2024.
"Dalam penyelidikan ini, tim penyidik telah menemukan dua alat bukti yang kuat, memeriksa sekitar 40 saksi dan tiga ahli, serta menyita sejumlah barang bukti yang terkait dengan tindak pidana ini," jelas Muhammad Amin.
Kasus ini berawal dari proyek pengadaan dan pemasangan jaringan pipa distribusi Sistem Pompa SPAM Bandar Lampung pada tahun 2019 di PDAM Way Rilau. Proyek ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2017, dengan pagu anggaran sebesar Rp87,1 miliar yang bersumber dari APBD Pemkot Bandar Lampung. PT Kartika Ekayasa kemudian memenangkan proyek ini dengan nilai kontrak sebesar Rp71,9 miliar.
Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya pengaturan pemenang tender, manipulasi dokumen penawaran, serta pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak. Hal ini mengakibatkan kekurangan volume pekerjaan dan menimbulkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp19,8 miliar.
Penyidikan kasus ini masih terus berlanjut, dengan fokus pada pengungkapan aktor-aktor lain yang mungkin terlibat serta upaya pengembalian kerugian negara. (RED)
Berikan Reaksi Anda