Krakatau Kini Lebih Dekat, Wisata Hemat dengan Sentuhan Lokal

LAMPUNG SELATAN, Lampunggo.com– Di balik biru laut dan dentuman ombak Selat Sunda, sebuah cerita baru lahir tentang bagaimana Pemprov Lampung mengubah wajah pariwisata Krakatau.
Bukan lagi sekadar festival tahunan dengan kemeriahan kapal feri besar, kini wisata ke Anak Krakatau hadir lebih sederhana, akrab, dan langsung melibatkan masyarakat di sekitarnya.
Perubahan itu diperkenalkan lewat familiarization trip (fam trip) ke Pulau Sebesi dan Gunung Anak Krakatau pada 3–4 September 2025.
Rombongan yang terdiri dari media, mahasiswa, influencer, hingga Duta Pariwisata Lampung, diajak menyelami pengalaman berbeda: berlayar dengan kapal kecil milik nelayan, singgah di desa, lalu mendaki ke kaki gunung yang lahir dari letusan dahsyat 1883.
Bobby Irawan, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Lampung, menuturkan bahwa pola baru ini sengaja dirancang untuk memberikan ruang lebih besar bagi masyarakat lokal.
“Pemerintah sekarang tidak lagi menjadi pelaksana utama. Kami bertindak sebagai regulator, promotor, dan pengawas. Yang menjalankan adalah warga dan pelaku usaha wisata setempat,” jelasnya.
Perjalanan dengan kapal kecil memberi nuansa berbeda dibandingkan paket wisata besar yang dulu hanya bisa dinikmati saat festival. Kini, wisatawan bisa berangkat kapan saja, dengan biaya lebih terjangkau.
Bahkan, wisatawan bisa memilih paket sesuai minat: mendaki Anak Krakatau, snorkeling di perairan jernih, hingga mengikuti tur ekowisata berbasis konservasi.
Kesan kedekatan dengan kehidupan masyarakat menjadi nilai tambah. “Rasanya lebih alami, bisa langsung merasakan bagaimana orang-orang di Pulau Sebesi menyambut tamu. Ada interaksi yang tidak didapatkan ketika ikut festival besar,” ujar salah satu peserta fam trip.
Kehadiran para konten kreator dan media dalam fam trip ini menjadi bagian dari strategi promosi. Mereka diharapkan membagikan cerita, foto, dan video, sehingga wisata Krakatau tak lagi terikat pada satu momentum, tetapi dikenal sebagai destinasi yang hidup sepanjang tahun.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Krakatau bukan hanya legenda sejarah, tapi juga peluang ekonomi untuk masyarakat. Dengan konsep baru ini, manfaatnya bisa dirasakan langsung, tidak musiman,” tambah Bobby.
Model pengelolaan seperti ini sudah terbukti berhasil di Pulau Pahawang. Kini, harapannya, Krakatau bisa menyusul. Operator wisata lokal berkesempatan tumbuh dan meraih keuntungan berkelanjutan, sementara wisatawan memperoleh pengalaman otentik yang sulit ditiru destinasi lain.
Krakatau, dengan seluruh cerita letusannya yang mendunia, kini bukan hanya objek wisata mahal yang menunggu festival tahunan. Ia hadir sebagai destinasi inklusif—lebih dekat, lebih hemat, dan tetap memikat dengan pesonanya yang tak lekang waktu. (**)
Berikan Reaksi Anda






