Pemerintah Siapkan Strategi Hadapi Dampak Ketegangan Global Terhadap Industri Nasional
Wamenperin Faisol Riza menegaskan bahwa pemerintah terus melakukan berbagai langkah antisipatif dalam menghadapi dampak ketegangan geopolitik global terhadap sektor industri nasional.

Jakarta — Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menegaskan bahwa pemerintah terus melakukan berbagai langkah antisipatif dalam menghadapi dampak ketegangan geopolitik global terhadap sektor industri nasional. Hal ini disampaikan Faisol saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
“Rapat ini digelar sebagai respons atas kekhawatiran anggota dewan terhadap semakin meningkatnya eskalasi situasi geopolitik global yang dapat memengaruhi stabilitas dan pertumbuhan industri dalam negeri,” ujar Faisol usai RDP gedung Senayan, Rabu (2/7/2025).
Ketegangan geopolitik yang terjadi, baik di kawasan Eropa Timur, Timur Tengah, hingga Asia Pasifik, dinilai memiliki potensi besar mengganggu rantai pasok global, distribusi energi, serta perdagangan internasional. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Melalui Kementerian Perindustrian, berbagai kebijakan strategis telah dan sedang diimplementasikan demi menjaga daya tahan industri nasional.
Dalam paparannya, Wamenperin Faisol menjelaskan bahwa pemerintah telah merancang sejumlah strategi penting yang menyasar berbagai sektor industri, di antaranya:
Pemerintah terus menjaga rantai pasok bahan baku agar tidak terganggu akibat ketegangan global. Untuk sektor-sektor strategis seperti industri makanan, farmasi, tekstil, dan logam dasar, dilakukan diversifikasi sumber bahan baku dari berbagai negara mitra yang lebih stabil.
Efisiensi Biaya Logistik dan Transportasi: Pemerintah mendorong penguatan infrastruktur dalam negeri dan mempercepat integrasi pelabuhan serta kawasan industri agar proses distribusi barang menjadi lebih cepat dan efisien.
Penanganan Persoalan Industri Daerah: Kementerian Perindustrian juga aktif menyelesaikan hambatan-hambatan teknis di lapangan, khususnya di daerah-daerah industri potensial, seperti keterbatasan energi, tenaga kerja terampil, hingga perizinan usaha.
“Kami tidak hanya fokus pada aspek ekonomi makro, tetapi juga memastikan persoalan mikro yang dihadapi pelaku industri, terutama di daerah, dapat terselesaikan secara cepat dan tepat,” jelas Faisol.
Selain menghadapi dampak eksternal, pemerintah juga tengah mempercepat transformasi menuju industri hijau dan berkelanjutan. Dalam rapat tersebut, Faisol mengungkapkan bahwa Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan kebijakan khusus terkait implementasi prinsip industri hijau, yaitu industri yang mengedepankan efisiensi energi, pengelolaan limbah, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.
“Saat ini, kami sedang merancang sistem pemantauan kebijakan industri hijau yang akan diintegrasikan ke kawasan industri. Sistem ini nantinya dapat memantau dan mengevaluasi kinerja lingkungan dari setiap pelaku usaha di kawasan tersebut,” jelasnya.
Salah satu bentuk nyata dari komitmen ini adalah rencana penyelenggaraan event nasional bertema industri hijau yang akan digelar pada 20–22 Agustus 2025. Acara ini akan menjadi ajang penting dalam menyosialisasikan langkah pemerintah sekaligus membangun kesadaran kolektif pelaku industri terhadap pentingnya transformasi hijau.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap pelaku industri semakin sadar bahwa keberlanjutan adalah investasi masa depan. Industri yang ramah lingkungan tidak hanya diminati pasar global, tetapi juga memberi kontribusi besar terhadap kelestarian sumber daya alam bangsa,” tegas Faisol.
Komisi VII DPR RI memberikan apresiasi terhadap langkah-langkah konkret yang telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian. Dalam diskusi yang berlangsung selama lebih dari dua jam, para anggota dewan menyoroti pentingnya sinergi antara pusat dan daerah, serta peran aktif dunia usaha dalam mendukung kebijakan industri hijau dan antisipasi dampak geopolitik.
Menurut Faisol Riza, tantangan global yang kompleks saat ini justru menjadi momentum untuk memperkuat ketahanan industri dalam negeri. Ia menyebut bahwa Indonesia memiliki modal besar berupa sumber daya alam yang melimpah dan pasar domestik yang luas, sehingga mampu menjadi basis produksi yang tangguh.
“Kita harus bergerak cepat. Dunia sedang berubah, dan kita harus adaptif terhadap perubahan tersebut. Industri nasional perlu terus didorong agar berdaya saing tinggi, efisien, dan ramah lingkungan,” pungkasnya.
Berikan Reaksi Anda






