Tragedi Tanah Kebun Sayur Cengkareng: Warga Terintimidasi, Premanisme Mengintai, Pemerintah Diminta Hadir
Penggusuran mendadak yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal, yang disebut-sebut dikerahkan oleh seorang bernama Herawati, pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan, menciptakan suasana mencekam di Kampung Kebun Sayur,

Jakarta Barat — Konflik agraria yang tengah membara di Jalan Kebun Sayur, RT 6 RW 07, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, kini menjadi sorotan publik. Sekitar 1.500 kepala keluarga atau lebih dari 3.000 jiwa kini hidup dalam bayang-bayang penggusuran paksa, trauma, dan ketidakpastian nasib. Tanah seluas kurang lebih 23 hektare yang selama ini mereka huni berubah menjadi ladang konflik, penuh intimidasi dan ancaman kekerasan dari kelompok yang diduga menggunakan jasa preman.
Penggusuran mendadak yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal, yang disebut-sebut dikerahkan oleh seorang bernama Herawati, pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan, menciptakan suasana mencekam di Kampung Kebun Sayur. Warga kehilangan tempat tinggal secara tiba-tiba, dan ironisnya, sebagian besar dari mereka adalah masyarakat ekonomi lemah yang menggantungkan hidup dari pekerjaan informal harian.
Menyikapi hal tersebut, Artis sekaligus aktivis sosial, Camelia Panduwinata Lubis, ikut angkat suara dan langsung turun ke lokasi bencana sosial tersebut. Ia menyaksikan sendiri bagaimana anak-anak yang biasa ceria kini hanya bisa bermain di atas tanah merah, sisa puing-puing rumah yang telah diratakan paksa.
“Saya tidak kuat melihat ibu-ibu yang menangis kehilangan segalanya, hanya menyisakan pakaian di badan. Anak-anak yang mestinya bermain dan belajar, kini trauma. Ini menyayat hati saya sebagai ibu dan sebagai manusia,” ujar Camelia sambil menitikkan air mata, Jumat (20/6/2025).
Camelia mendesak pemerintah pusat, termasuk Presiden Prabowo Subianto, untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik ini. Ia menyebut ini bukan sekadar konflik kepemilikan tanah, tetapi juga masalah kemanusiaan dan keadilan sosial.
“Pak Presiden, ini wajah rakyatmu yang tertindas oleh mafia tanah. Pancasila mengajarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tapi di sini yang terjadi adalah ketidakadilan yang sangat kejam. Pemerintah harus hadir, jangan diam,” tegasnya.
Tak hanya menyuarakan empati, Camelia juga mengecam keras praktik premanisme yang disebut-sebut turut campur dalam penggusuran. Warga menduga bahwa penggusuran ini melibatkan kelompok yang berafiliasi dengan Hercules, sosok yang dikenal sebagai tokoh preman kuat di ibu kota.
“Kalau pemerintah terus bungkam, kami siap turun ke jalan. Kami akan kepung DPR RI, bahkan Istana Negara kalau perlu. Ini soal harga diri, ini soal hak hidup rakyat miskin!” seru Camelia dengan penuh amarah.
Masih persolan sama, Pius Situmorang, kuasa hukum warga, mengungkapkan bahwa aksi penggusuran ini tak hanya brutal tapi juga terindikasi memuat unsur kriminalisasi. Ia menyebut bahwa warga yang berjuang mempertahankan hak tinggalnya justru dilaporkan secara pidana oleh pihak pengklaim tanah.
“Mereka dituduh melawan hukum hanya karena mempertahankan rumah tempat tinggalnya selama bertahun-tahun. Ini bentuk pembungkaman atas suara rakyat kecil,” ujar Pius.
Pius mendesak agar Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, hingga Presiden segera mengambil langkah tegas. Ia menekankan pentingnya negara hadir membela rakyat yang dizalimi, bukan malah membiarkan mereka dipaksa hengkang oleh tangan-tangan kekuasaan yang tak berperikemanusiaan.
Seorang warga yang menjadi korban penggusuran dengan suara bergetar menceritakan kronologi mencekam yang dialami keluarganya. Ia mengaku telah tinggal di Kampung Kebun Sayur selama puluhan tahun dan memiliki KTP DKI serta surat penampungan, tetapi semua itu seperti tak berarti di mata para penggusur.
“Tiba-tiba preman datang, rumah kami langsung digusur. Saya dipaksa ambil uang katanya sudah dibayar, padahal saya tidak tahu-menahu. Kami bukan maling, kami hanya ingin hidup tenang,” ungkap warga yangdis embunyikan nama.
Warga mengaku sudah mengadukan kasus ini ke berbagai instansi, dari kantor kelurahan, walikota, hingga kepolisian dan gubernur, tetapi belum ada langkah konkret dari pihak berwenang.
“Kami mohon, Presiden Prabowo bantu kami. Jangan biarkan rakyat ditindas di tanahnya sendiri. Kami ingin tenang, kami ingin aman. Jangan biarkan anak-anak kami tumbuh dalam ketakutan,” harapnya penuh haru.
Untuk diketahui saatnya ini Tragedi di Kampung Kebun Sayur adalah potret nyata dari konflik agraria yang kerap kali menyisakan luka mendalam bagi rakyat kecil. Ketika hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, saat itulah kepercayaan publik terhadap negara mulai goyah.(Ror)
Berikan Reaksi Anda






