Oleksandr Usyk dan "Ivan": Pukulan Kiri Maut yang Hancurkan Dubois di Wembley

LONDON – Petinju kelas berat asal Ukraina, Oleksandr Usyk, kembali menorehkan sejarah luar biasa dalam dunia tinju profesional. Dalam laga yang berlangsung akhir pekan lalu di Stadion Wembley, Usyk sukses mempertahankan gelar tak terbantahkan dengan menjatuhkan Daniel Dubois melalui pukulan kiri andalannya yang kini ia beri nama: "Ivan".
Di tengah sorotan lampu konferensi pers pascapertarungan, Usyk mengangkat tangan kirinya dan dengan bangga memamerkan hook maut yang menghentikan langkah Dubois. Tanpa alasan khusus, ia menyebut pukulan itu dengan nama khas, Ivan. “Pukulan itu keras,” ujar Usyk sambil tersenyum.
“Saya sudah lama mengasahnya. Ivan lahir saat saya bertinju di kelas penjelajah di Amerika Serikat.”
Pertarungan yang dinantikan publik itu berjalan intens sejak awal. Namun, keunggulan teknis dan disiplin Usyk perlahan-lahan mengikis kepercayaan diri Dubois. Hingga pada ronde penentu, hook kiri melengkung—alias Ivan—mendarat telak ke tubuh Dubois dan membuat sang penantang terkapar, tak mampu bangkit saat hitungan wasit mencapai angka delapan.
Usyk, dengan catatan tak terkalahkan 24-0 (15 KO), kembali menunjukkan kualitasnya sebagai petinju elite dunia. Ini menjadi kali ketiga ia menyandang gelar juara dunia tak terbantahkan, sebuah pencapaian langka dalam sejarah tinju modern.
Kemenangan Usyk langsung memicu berbagai reaksi. Jake Paul muncul di atas ring dan memprovokasi kemungkinan duel. Joseph Parker ikut hadir, menyatakan siap menjadi penantang wajib gelar WBO. Sementara itu, Tyson Fury yang pernah dua kali ditaklukkan Usyk, menyampaikan bahwa ia siap kembali ke gym setelah menyaksikan penampilan menawan sang rival.
Meski begitu, Usyk yang kini berusia 38 tahun memilih untuk tidak terburu-buru menentukan langkah selanjutnya. “Saya ingin beristirahat. Tiga setengah bulan terakhir saya habiskan dalam kamp pelatihan bersama 14 orang tim saya. Saya belum bertemu keluarga,” ungkapnya.
Ketika ditanya tentang motivasi di balik keberhasilannya menguasai dua divisi berbeda—kelas penjelajah dan kelas berat—Usyk memberi jawaban mengejutkan namun inspiratif: “Saya tidak punya motivasi, saya punya disiplin.”
“Motivasi itu hanya sementara. Tapi disiplinlah yang membuat saya terus bangkit setiap pagi, terus berlatih, dan terus bertarung,” tegasnya. Jawaban ini menjadi pengingat kuat bagi banyak atlet muda bahwa konsistensi dan kerja keras jangka panjang adalah kunci utama menuju kejayaan.
Usyk juga mengungkap bahwa kemenangannya atas Dubois bukan semata hasil dari naluri bertarung, melainkan hasil persiapan panjang sejak kekalahan Dubois di Polandia dua tahun lalu. “Kami belajar dari pertarungan pertama, dan selama dua tahun kami menyusun kombinasi yang akhirnya berhasil malam ini,” ujar Usyk.
Ia pun menegaskan bahwa dalam tinju, hanya ada tiga pukulan utama: jab, hook, dan uppercut. Namun, menurutnya, kekuatan sejati lahir dari latihan kombinasi secara intensif dan disiplin tinggi bersama tim pelatih. “Tanpa latihan seperti ini, Anda tidak akan pernah melihat hasil seperti ini,” katanya.
Di sisi lain, manajer sekaligus orang kepercayaan Usyk, Egis Klimas, mengungkap bahwa semua ini telah direncanakan sejak setahun lalu. Kala itu, Usyk bahkan rela melepaskan sabuk IBF demi memungkinkan pertarungan Joshua vs Dubois, dengan strategi agar dirinya bisa merebut kembali gelar di momen lebih besar. Rencana itu kini menjadi kenyataan.
“Saya membayangkannya ketika kami di Kanada, syuting film. Saya bilang pada Egis, kita akan buat ini terjadi,” ujar Usyk mengenang momen perencanaan tersebut.
London pun kembali menjadi saksi perjalanan megabintang ini. “Inggris sudah seperti rumah kedua. Di sinilah semua trofi besar saya raih – dari Olimpiade London 2012, mengalahkan Tony Bellew, Dereck Chisora, hingga Anthony Joshua,” tutur Usyk dengan bangga. “Saya sangat berterima kasih kepada negara ini.”
Berikan Reaksi Anda






