Deflasi Pendidikan: Angin Segar bagi Ekonomi dan Kehidupan Masyarakat Lampung

Sep 3, 2025 - 11:06
Sep 3, 2025 - 17:34
 0
Deflasi Pendidikan: Angin Segar bagi Ekonomi dan Kehidupan Masyarakat Lampung

TABIK PUN---Deflasi pendidikan di Lampung, yang mencapai -15,10 persen dalam periode Agustus 2024 hingga Agustus 2025, bagi sebagian orang mungkin hanya dianggap angka dingin dalam laporan statistik. Namun bagi saya, angka ini punya makna yang jauh lebih besar: ia mencerminkan transformasi kebijakan publik yang langsung menyentuh dapur kehidupan masyarakat.

Selama ini, pendidikan adalah salah satu pos pengeluaran terbesar dalam rumah tangga. Ketika biaya sekolah menurun drastis, otomatis beban ekonomi keluarga ikut berkurang. Dari perspektif makro, ini membantu menekan laju inflasi dan menjaga stabilitas harga. Artinya, kebijakan pendidikan tidak lagi hanya dilihat sebagai urusan peningkatan kualitas SDM, tetapi juga berperan nyata dalam menjaga ketahanan ekonomi daerah.

Yang paling menarik adalah dampak langsung kebijakan penghapusan pungutan komite sekolah di SMA, SMK, dan SLB negeri. Banyak orang tua yang sebelumnya harus menyisihkan ratusan ribu rupiah per bulan kini bisa bernapas lega. Pemerintah Provinsi Lampung menanggung biaya operasional itu lewat APBD. Ini bukan sekadar soal angka di laporan keuangan, melainkan soal rasa tenang para orang tua dan kesempatan lebih besar bagi anak-anak untuk menuntut ilmu.

Bila dicermati lebih dalam, deflasi pendidikan ini juga membuka ruang fiskal baru bagi keluarga. Uang yang tadinya tersedot untuk iuran sekolah kini bisa dialihkan ke kebutuhan lain: membeli beras, biaya kesehatan, bahkan sedikit tabungan. Untuk keluarga miskin, ini bisa jadi pembeda antara bertahan hidup dengan layak atau terus terjebak dalam pusaran kesulitan.

Secara sosial, kebijakan ini juga punya efek domino. Semakin banyak anak yang bisa melanjutkan sekolah tanpa dihantui ancaman putus di tengah jalan. Angka partisipasi sekolah akan meningkat, sementara jurang ketimpangan pendidikan bisa semakin menyempit. Dan lebih penting lagi, kebijakan ini membangun kembali kepercayaan masyarakat pada pemerintah: bahwa negara memang hadir untuk meringankan beban rakyatnya.

Bagi saya, deflasi pendidikan di Lampung harus dibaca sebagai bukti nyata bahwa kebijakan pro-rakyat masih relevan dan efektif. Ia bukan sekadar keberhasilan teknis pengelolaan anggaran, melainkan simbol keberpihakan pada rakyat kecil. Di tengah situasi ekonomi yang tidak selalu bersahabat, langkah ini menjadi angin segar sekaligus tonggak penting dalam pembangunan daerah.

Namun, tentu saja, pekerjaan belum selesai. Tantangannya adalah memastikan kualitas pendidikan tetap terjaga, meski biaya ditanggung pemerintah. Jangan sampai gratis justru diartikan seadanya. Sebab tujuan akhir dari semua ini bukan hanya sekadar menurunkan angka inflasi atau mengurangi beban orang tua, melainkan menyiapkan generasi Lampung yang lebih cerdas, mandiri, dan siap bersaing. SEMOGA!! (Hendri Rosadi)

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow