M. Rohim Dukung Klasifikasi Korupsi sebagai Kejahatan Berat: “Korupsi Musuh Masa Depan Bangsa”

Ketua Gerakan Ekonomi Kreatif sekaligus penggiat lingkungan asal Banten, Mohamad Rohim, secara tegas menyatakan dukungannya terhadap langkah DPR RI dan pemerintah dalam mengategorikan korupsi sebagai kejahatan berat.

Jul 5, 2025 - 13:17
 0
M. Rohim Dukung Klasifikasi Korupsi sebagai Kejahatan Berat: “Korupsi Musuh Masa Depan Bangsa”

Jakarta - Ketua Gerakan Ekonomi Kreatif sekaligus penggiat lingkungan asal Banten, Mohamad Rohim, secara tegas menyatakan dukungannya terhadap langkah DPR RI dan pemerintah dalam mengategorikan korupsi sebagai kejahatan berat. Ia menyebut korupsi sudah mencapai tahap darurat dan harus diperlakukan sebagai kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan luar biasa pula.

“Sudah saatnya pemerintah membuat aturan yang benar-benar tegas agar koruptor jera. Ini menyangkut masa depan bangsa,” kata Rohim dalam pernyataannya, Sabtu, (5/7/2025).

Menurutnya, korupsi bukan sekadar persoalan hukum, melainkan persoalan kemanusiaan. Ia menggambarkan korupsi sebagai “duri dalam daging” yang terus menghambat pembangunan nasional dan memperlebar jurang kesenjangan sosial.

Rohim menekankan bahwa korupsi tidak bisa lagi dianggap sebagai tindak pidana biasa, sebab dampaknya sangat sistemik dan menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ia mengingatkan praktik korupsi telah menimbulkan kerusakan luas di berbagai sektor strategis seperti ekonomi, pendidikan, dan lingkungan hidup.

“Dampaknya sejajar dengan terorisme, perusakan lingkungan, bahkan penyalahgunaan narkotika. Korupsi merampas hak-hak dasar rakyat,” ungkapnya.

Sebagai rujukan, Rohim mengutip ketentuan dalam Statuta Roma, di mana korupsi disebutkan memiliki karakteristik kerusakan yang setara dengan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi. Dalam konteks tersebut, menurutnya, langkah pemerintah mengklasifikasikan korupsi sebagai kejahatan berat sudah sangat tepat dan mendesak.

Tak hanya menyebabkan kerugian keuangan negara, korupsi menurut Rohim juga menciptakan biaya sosial yang tidak kalah besar. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat malah “dilenyapkan” oleh tangan-tangan rakus.

“Bayangkan jika puluhan triliun rupiah yang dikorupsi itu digunakan untuk membangun rumah sakit, sekolah, atau fasilitas umum. Indonesia akan jauh lebih maju dan rakyatnya lebih sejahtera,” ujar Rohim.

Dia menilai praktik korupsi kerap memotong aliran dana ke proyek-proyek strategis nasional, termasuk pembangunan infrastruktur vital. Hal ini, menurutnya, sangat merugikan masyarakat bawah yang sangat bergantung pada layanan publik yang baik dan terjangkau.

Lebih lanjut, Mohamad Rohim mengingatkan bahwa untuk menghadapi kejahatan luar biasa, negara juga harus mengadopsi pendekatan luar biasa (extraordinary approach). Ia mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum tidak lagi bersikap lunak terhadap para pelaku korupsi, terutama mereka yang berada di lingkaran kekuasaan.

“Kita tidak boleh kompromi terhadap korupsi. Ini musuh nyata pembangunan. Jika negara ingin maju, maka korupsi harus diberantas sampai ke akar-akarnya,” tegas Rohim.

Ia juga mendorong agar pendidikan antikorupsi dimulai sejak usia dini, sehingga generasi masa depan tumbuh dengan nilai-nilai kejujuran dan integritas yang kuat. Menurutnya, pemberantasan korupsi bukan hanya tugas KPK, kejaksaan, atau kepolisian, melainkan tugas bersama seluruh elemen bangsa.

“Tanpa pengawasan dan partisipasi rakyat, sistem hukum dan birokrasi bisa lumpuh dihadapan godaan korupsi,” tambahnya.

Dukungan Rohim datang di saat DPR RI bersama pemerintah tengah menggulirkan wacana perubahan regulasi yang lebih tegas terhadap tindak pidana korupsi. Termasuk di antaranya adalah upaya merevisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penguatan kembali wewenang lembaga antirasuah seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun Rohim mengingatkan, regulasi yang kuat tidak akan berarti tanpa komitmen politik yang jelas dan penegakan hukum yang konsisten. Ia juga mengkritik praktik hukuman ringan yang kerap diberikan kepada koruptor kelas kakap, yang justru menurunkan efek jera di tengah masyarakat.

“Kalau koruptor hanya dihukum ringan atau malah mendapat remisi terus-menerus, bagaimana publik bisa percaya pada sistem peradilan?” katanya retoris.

Sebagai penutup, Rohim mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak bersikap apatis terhadap isu korupsi. Ia menyebut bahwa partisipasi masyarakat adalah benteng terakhir yang dapat mencegah kekuasaan disalahgunakan.

“Kita semua punya tanggung jawab moral. Jika kita diam, maka kita ikut membiarkan bangsa ini dirampok dari dalam,” tutupnya.

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow