M. Kadafi Soroti Penyaluran PIP: Dana Habis Ongkos Ojek, Kemendikdasmen Diminta Evaluasi Sistem
Anggota Komisi X DPR RI, Muhammad Kadafi. menyoroti mekanisme penyaluran bantuan pendidikan yang dinilainya belum berpihak pada siswa di daerah terpencil.

Jakarta, Lampunggo.com— Penyaluran bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) kembali menuai kritik tajam, kali ini datang dari Anggota Komisi X DPR RI, Muhammad Kadafi. Politisi dari Fraksi PKB tersebut menyoroti mekanisme penyaluran bantuan pendidikan yang dinilainya belum berpihak pada siswa di daerah terpencil.
Dalam rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kadafi menegaskan bahwa sistem distribusi PIP saat ini masih menyulitkan peserta didik di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ia mengungkapkan bahwa tidak sedikit dana bantuan justru habis hanya untuk biaya transportasi menuju bank.
“Sering kali siswa di pedalaman harus menempuh perjalanan puluhan kilometer hanya untuk mencairkan dana. Bahkan ada yang harus menyewa ojek dengan biaya tinggi. Ini ironis, bantuan yang seharusnya meringankan malah menjadi beban baru,” ujar Kadafi, Rabu (17/7/2025).
Menurutnya, fakta di lapangan menunjukkan banyak anak dan orang tua yang harus menempuh perjalanan jauh ke pusat kecamatan atau kota hanya untuk mengakses bank penyalur. Situasi ini tentu melemahkan efektivitas program, karena alokasi dana tidak maksimal diterima siswa.
Lebih jauh, Kadafi menekankan pentingnya pembenahan dalam sistem pendataan penerima PIP. Ia menyebutkan banyak kasus di mana siswa yang secara ekonomi tergolong miskin, justru tereliminasi dari daftar penerima karena persoalan data yang tidak akurat.
“Banyak anak yang semestinya mendapat bantuan, justru ditolak karena data tidak sinkron. Ini menandakan ada kelemahan serius dalam proses verifikasi dan validasi data. Pemerintah harus segera membenahi sistem ini agar lebih adil dan transparan,” tegasnya.
Ia menambahkan, sistem digitalisasi pendidikan semestinya menjadi solusi dalam menata ulang basis data penerima PIP. Dukungan dari pemerintah daerah, dinas pendidikan, hingga sekolah sangat dibutuhkan agar proses pembaruan data berjalan cepat dan akurat.
Selain mekanisme penyaluran dan masalah pendataan, Kadafi juga menyoroti stagnasi anggaran beasiswa PIP khususnya untuk jenjang Sekolah Dasar. Menurutnya, nominal Rp450.000 per tahun yang diberikan kepada siswa SD tidak lagi relevan dengan kondisi perekonomian saat ini.
“Sudah hampir 10 tahun nominal itu tidak berubah. Padahal, biaya kebutuhan pokok terus naik. Apalagi bagi siswa di wilayah 3T, di mana harga barang bisa dua hingga tiga kali lipat dibandingkan di kota besar,” katanya.
Politisi PKB dapil Lampung itu mendesak Kemendikdasmen untuk mengevaluasi besaran anggaran PIP agar lebih realistis dan mampu menjawab kebutuhan riil siswa. Ia juga mendorong pemerintah agar mempertimbangkan pendekatan berbasis daerah dalam penghitungan nominal bantuan, menyesuaikan dengan tantangan geografis dan ekonomi di masing-masing wilayah.
Diakhir penutupnya, Kadafi meminta Kemendikdasmen melakukan reformasi sistemik terhadap seluruh aspek Program Indonesia Pintar. Mulai dari mekanisme penyaluran, pembaruan data, hingga revisi anggaran bantuan pendidikan.
“Program Indonesia Pintar adalah fondasi untuk masa depan generasi bangsa. Tapi jangan sampai pelaksanaannya justru menciptakan ketimpangan baru. Pemerintah harus hadir dengan solusi konkret, bukan hanya laporan di atas kertas,” tandas Kadafi.
Sorotan ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk tidak lagi menggunakan pendekatan lama yang bersifat administratif semata. Jika benar-benar ingin meningkatkan kualitas pendidikan nasional, maka akses terhadap bantuan pendidikan harus dijamin adil, efisien, dan merata di seluruh Indonesia. (Ror)
Berikan Reaksi Anda






