Tuntut Pemulihan Lingkungan dari Pertamina dan Pemerintah, Warga Muara Enim Bakal Gelar Aksi Besar-Besaran

Oct 9, 2024 - 08:26
 0
Tuntut Pemulihan Lingkungan dari Pertamina dan Pemerintah, Warga Muara Enim Bakal Gelar Aksi Besar-Besaran

TALANGBALAI (lampunggo) - Setelah beberapa pekan dilanda kemarahan warga, Pertamina akhirnya melakukan pembersihan di lahan yang tercemar akibat kebocoran pipa minyak di kawasan Talang Balai, Belida Darat, Kabupaten Muara Enim, pada Senin, 7 Oktober 2024.

Meskipun langkah ini seharusnya menjadi awal pemulihan lingkungan, warga mengaku kecewa karena tidak ada kehadiran perwakilan dari pemerintah baik di tingkat Kabupaten maupun Provinsi, terutama dari Dinas Lingkungan Hidup yang seharusnya bertanggung jawab atas pengawasan lingkungan.

Asik, salah satu warga terdampak yang juga anggota Barisan Masyarakat Gelumbang Raya Bersatu (BM-GRB), dengan tegas menyatakan kekecewaannya terhadap minimnya peran pemerintah dalam menangani pencemaran ini.

“Pemerintah seolah lepas tangan dengan penderitaan kami. Tidak ada satu pun perwakilan dari Pemprov Sumsel atau Pemkab Muara Enim yang hadir saat pembersihan ini berlangsung. Padahal, ini jelas kejahatan ekologis yang seharusnya mendapat perhatian serius,” ujar Asik geram.

Dia menambahkan, meskipun Pertamina telah melakukan pembersihan, aksi tersebut masih jauh dari cukup. “Ini bukan hanya soal membersihkan minyak dari lahan. Kami butuh tindakan nyata yang mencakup pemulihan total ekosistem yang rusak. Dan di sini, pemerintah harus hadir, mengawasi dan memastikan bahwa Pertamina bertanggung jawab penuh atas semua dampak yang ditimbulkan,” lanjutnya.

Kebocoran pipa minyak Pertamina yang terjadi sejak akhir September 2024 ini tidak hanya mencemari lahan pertanian warga, tetapi juga mencemari aliran sungai yang menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat. Hilangnya flora dan fauna di sepanjang sungai menunjukkan bahwa pencemaran ini bukan sekadar masalah lokal, tetapi juga masalah lingkungan yang lebih besar. Ironisnya, pemerintah daerah tampak abai terhadap tugasnya.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) mengatur dengan jelas bahwa setiap bentuk pencemaran lingkungan harus mendapatkan sanksi tegas dan tindakan pemulihan yang melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah. Namun, dalam kasus ini, warga merasa dibiarkan menghadapi masalah sendiri tanpa adanya dukungan dari pemerintah.

“Seharusnya, Pemprov Sumsel dan Pemkab Muara Enim bertindak tegas. Kita bukan hanya berbicara tentang kerugian ekonomi warga, tetapi juga kerusakan lingkungan yang mungkin tidak akan pernah pulih sepenuhnya. Tindakan ini jelas merupakan kejahatan ekologis yang dilakukan oleh korporasi, dan pemerintah harusnya berada di garis depan untuk memastikan pertanggungjawaban,” tegas Asik.

Kegagalan pemerintah dalam menangani masalah ini membuat BM-GRB kembali berencana menggelar aksi besar-besaran. Asik menyatakan bahwa pihaknya akan menggerakkan massa untuk menuntut tanggung jawab Pertamina, Pemprov Sumsel, dan Pemkab Muara Enim. “Kami berencana kembali menggelar aksi pada pertengahan bulan ini. Kami akan membawa massa 1.000 orang untuk mendesak pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang lalai,” ujarnya.

Selain menuntut ganti rugi dari Pertamina, warga juga menuntut pemerintah melakukan pemulihan total terhadap ekosistem yang rusak. “Tidak cukup hanya mengandalkan Pertamina. Pemerintah juga harus terlibat aktif dalam pemulihan ini. Kami butuh tindakan yang nyata, bukan janji-janji,” kata Sandi Anggara, warga yang lahannya terkena dampak langsung dari pencemaran.

Sementara itu, pengacara warga, Anto Astari, yang dikonfirmasi terkait hal ini mengatakan, meski pihak Pertamina telah melakukan pembersihan, mereka akan tetap melayangkan gugatan ganti rugi kepada perusahaan plat merah tersebut sebesar Rp 10 miliar lantaran terdampak kepada kebun warga serta kerusakan lingkungan.

"Masyarakat yang terkena dampak memang mendahulukan untuk pembersihan (pencemaran), tapi kami tetap akan layangkan gugatan atas kerugian warga bila tidak menemukan titik temu dari mediasi yang dilakukan,"kata Anto.

Menurutnya, minyak mentah yang mencemari kebun warga sangat berdampak buruk. Sebab, saat hujan datang minyak itu pun mengalir ke kawasan pemukiman warga hingga dapat berdampak terjadinya kebakaran bila terdapat percikan api. Dalam proses pembersihan ini, Anto berharap agar seluruh wilayah yang terkena dampak dari pencemaran minyak mentah itu segera dapat diatasi sehingga warga dapat beraktivitas dengan normal.

"Hujan sekarang ditakutkan, karena aliran minyak dapat kemana-mana. Menurut  Pertamina ini bukan kelalaian mereka tapi ada korosi pipa sekitar 1 sampai 2 meter. Tapi mereka harus tetap bertanggung jawab. Kami juga mempertanyakan peran pemerintah yang sampai saat ini belum bergerak untuk masyarakat,"ujarnya.(rml/red)

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow