Warga Tiga Kampung di Lampung Tengah Duduki dan Tanami Lahan Sawit PT BSA

LAMPUNG TENGAH, Lampunggo.com — Konflik perebutan lahan antara warga tiga kampung di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, dengan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) kembali memanas.
Pada Minggu, 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80, masyarakat dari Kampung Negara Aji Tuha, Negara Aji Baru, dan Bumi Aji melakukan aksi tanam berbagai jenis tanaman di atas lahan seluas 807 hektare milik perusahaan sawit tersebut.
Aksi ini bukan yang pertama. Sengketa antara warga dengan pihak perusahaan mencuat sejak lebih dari satu dekade silam. Warga mengklaim lahan tersebut merupakan tanah adat milik turun-temurun, sementara perusahaan menyatakan telah memiliki legalitas hak guna usaha (HGU).
Pada April 2023, warga pernah melakukan aksi serupa dengan mendatangi kantor perusahaan dan melayangkan protes ke Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Namun, hingga kini belum ada titik temu.
Kali ini, warga menggunakan momentum 17 Agustus sebagai simbol perlawanan. Tanpa kompromi, mereka mendirikan sejumlah tenda serta menanam singkong, pisang, hingga sayur-mayur di lahan perusahaan.
"Kami turun menanam sebagai bentuk perjuangan hak adat. Surat-menyurat sudah kami lakukan ke berbagai instansi, tapi tidak pernah ada tanggapan," tegas Talman, tokoh masyarakat setempat.
Imbas dari aksi pendudukan tersebut, empat warga telah dipanggil oleh Polsek Padang Ratu, Polres Lampung Tengah, untuk dimintai klarifikasi. Pemanggilan itu tertuang dalam Surat Panggilan Polisi Nomor: LP/B/50/VIII/2025/SPKT/POLSEK Padang Ratu/POLRES Lampung Tengah. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian.
Secara hukum, upaya warga dalam memperjuangkan klaim lahan ini sudah pernah diuji di pengadilan. Berdasarkan pemberitaan IDN Times, gugatan warga terhadap PT BSA pernah ditolak Pengadilan Negeri Gunung Sugih melalui Putusan Nomor 27/PDT.G/2014/PN GNS.
Banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Tanjung Karang pada 2016 juga kandas setelah majelis hakim menolak permohonan warga dalam Putusan Nomor 35/PDT/2016/PT TJK.
Langkah kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pun berujung penolakan. Melalui perkara Nomor 2012 K/PDT/2017, MA tidak mengabulkan permohonan kasasi warga serta menghukum para pemohon membayar biaya perkara sebesar Rp500 ribu.
Meski rangkaian upaya hukum berakhir, masyarakat bersikukuh akan terus memperjuangkan hak atas tanah yang mereka sebut sebagai warisan leluhur.
“Kami siap bertani lagi di tanah kami sendiri. Ini bukan soal melawan negara, tapi mempertahankan identitas dan adat kami,” ujar Talman.***
Berikan Reaksi Anda






