Petani Lampung Keberatan Aturan Baru Bulog, Harga Jagung Dinilai Tak Sesuai Biaya Produksi

May 20, 2025 - 13:56
 0
Petani Lampung Keberatan Aturan Baru Bulog, Harga Jagung Dinilai Tak Sesuai Biaya Produksi
foto: kompas.id

LAMPUNG SELATAN (Lampunggo)—Kebijakan baru Perum Bulog terkait penyerapan jagung petani memicu keluhan dari para petani di Lampung. Pasalnya, Bulog hanya menerima jagung dengan kadar air maksimal 14 persen, sementara petani kesulitan memenuhi syarat tersebut karena keterbatasan fasilitas dan biaya pengeringan.

Tito Purnomo (35), petani asal Desa Sidowaluyu, Kecamatan Sidomulyo, menyampaikan keresahannya. Ia menilai ketentuan kadar air tersebut tidak realistis bagi petani kecil yang tidak memiliki alat pengering atau fasilitas jemur.

“Jagung yang baru dipanen tidak bisa langsung dijual ke Bulog karena masih terlalu basah. Kami tidak punya alat untuk mengeringkan hingga kadar airnya 14 persen. Sementara kami butuh uang cepat untuk modal tanam lagi,” ujar Tito, Selasa (20/5/2025).

Tito menjelaskan, untuk bisa menjual jagung ke Bulog, petani harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp 500 per kilogram untuk menyewa alat pengering. Selain itu, bobot jagung akan menyusut hingga 20 persen setelah dikeringkan. Artinya, dari 1 ton jagung segar, hanya tersisa sekitar 800 kg jagung kering yang bisa dijual.

Jika dihitung dengan biaya panen, pengangkutan, hingga pengeringan, harga bersih yang diterima petani bisa jatuh di bawah Rp 4.000 per kg—tidak jauh berbeda dengan harga pasar biasa.

“Buat apa ada program penyerapan kalau harga akhirnya sama saja? Petani tetap rugi,” ujarnya.

Suyatno, Ketua Koordinator Mitra Petani Lampung Selatan, menambahkan bahwa pada Maret dan April lalu, Bulog sempat menyerap jagung kering petani dengan harga Rp 5.500 per kg tanpa syarat kadar air seketat sekarang. Namun sejak dua bulan terakhir, penyerapan dihentikan sementara dengan alasan penyesuaian kebijakan.

“Perubahan aturan ini mengejutkan kami. Sekarang petani harus tanggung semua risiko dan biaya. Kalau begini terus, minat petani untuk jual ke Bulog pasti turun,” katanya dikutip dari kompas.id.

Ia khawatir, jika kondisi ini berlanjut, target serapan Bulog untuk wilayah Lampung tidak akan tercapai.

Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lampung Selatan, Amin Syamsuddin, mengungkapkan bahwa harga jagung pipil di pasaran kini berada di kisaran Rp 3.000–Rp 3.500 per kg, lebih baik dibandingkan tahun lalu yang sempat jatuh ke angka Rp 2.500.

Namun, dengan biaya produksi mencapai Rp 12 juta per hektare—belum termasuk sewa lahan Rp 3 juta per hektare—petani tetap butuh harga jual minimal Rp 4.000 per kg untuk bisa menutupi biaya dan meraih keuntungan.

“Kalau hasil panen rata-rata 7 ton per hektare, petani bisa untung sekitar Rp 13 juta per musim panen. Tapi itu dengan asumsi jagung langsung bisa dijual tanpa biaya tambahan,” jelas Amin.

Ia mendesak pemerintah dan Bulog untuk meninjau ulang kebijakan kadar air agar penyerapan jagung bisa berlangsung lebih fleksibel, apalagi panen raya masih akan berlangsung hingga dua bulan ke depan.

“Jagung yang kami punya itu hasil pipilan segar. Kalau syarat terlalu ketat, petani yang rugi duluan,” tutup Amin. (red)

sumber : kompas.id

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow