Nasib 2.000 Warga di Desa Wana Terancam, Pemkab dan BPN Lampung Timur Dinilai Abai Tuntaskan Konflik Agraria

Harapan 2.000 jiwa warga Desa Wana untuk mendapatkan kepastian hukum atas lahan garapan seluas 401 hektar kembali pupus.

Jul 24, 2025 - 13:21
 0
Nasib 2.000 Warga di Desa Wana Terancam, Pemkab dan BPN Lampung Timur Dinilai Abai Tuntaskan Konflik Agraria

Lampung Timur, Lampunggo.com – Harapan 2.000 jiwa warga Desa Wana untuk mendapatkan kepastian hukum atas lahan garapan seluas 401 hektar kembali pupus. Pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Timur pada Selasa, 22 Juli 2025, berakhir tanpa solusi konkret, memicu kekecewaan mendalam di kalangan warga.

Didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung, warga menuding Pemkab dan BPN tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung bertahun-tahun. Dugaan kuat praktik mafia tanah yang merampas hak rakyat kecil pun kembali mencuat ke permukaan.

Dalam forum pertemuan yang digelar di Kantor Kecamatan Bandar Sribhawono, warga menyuarakan tuntutan agar Pemkab segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria. Namun, upaya tersebut tak membuahkan hasil. Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Ahmad Zainudin, yang mewakili Pemkab, dinilai gagal mengambil sikap tegas.

“Tuntutan ini bukan tanpa dasar, melainkan amanat langsung dari Peraturan Presiden,” tegas Prabowo Pamungkas, Kepala Divisi Advokasi LBH Bandarlampung, dikutip lappung.com, Kamis (24/7/2025).

Prabowo merujuk pada Perpres Nomor 62 Tahun 2023 yang mewajibkan pemerintah daerah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria guna mempercepat penyelesaian konflik lahan. Bahkan, Pemerintah Provinsi Lampung telah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur No. G/238/B.02/HK/2025 sebagai pedoman pelaksanaannya.

Lebih lanjut, kekecewaan warga semakin mendalam saat mereka mendatangi Kantor BPN Lampung Timur untuk mempertanyakan progres penyelidikan dugaan praktik mafia tanah oleh Polda Lampung. Namun, pihak BPN berdalih proses penyediaan dokumen masih terganjal persoalan teknis dan menunggu arahan dari Kanwil BPN Provinsi.

“Sudah tiga kali kepala kantor berganti sejak kasus ini mencuat. Ini seperti dipingpong. Tidak ada komitmen nyata,” keluh salah seorang perwakilan warga.

Prabowo menilai sikap BPN Lampung Timur bertolak belakang dengan komitmen Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, yang berulang kali menyatakan perang terhadap mafia tanah. Di lapangan, kenyataannya justru berbeda.

Fakta mencengangkan terkuak. Sebanyak 177 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diduga diterbitkan secara ilegal di atas lahan sengketa, diketahui telah dijadikan agunan pinjaman oleh oknum tertentu di salah satu bank BUMN.

Akibatnya, warga sering mendapati orang tak dikenal dan pihak bank masuk ke wilayah mereka untuk melakukan survei lokasi, memperkuat indikasi bahwa lahan mereka sedang diperjualbelikan secara terselubung.

“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal hidup rakyat. Jika lahan ini disita, ribuan jiwa akan kehilangan penghidupan,” tegas Prabowo.

Konflik agraria ini tak hanya berdampak sosial dan ekonomi bagi warga, tetapi juga berpotensi mengganggu program ketahanan pangan nasional. Petani membutuhkan jaminan hukum untuk dapat menggarap lahan secara produktif dan berkelanjutan.

“Keberpihakan Pemda dan BPN dalam kasus ini adalah ujian moral. Apakah mereka benar-benar berdiri bersama rakyat kecil, atau justru membiarkan mafia tanah terus menguasai sumber-sumber agraria?” tutup Prabowo. (Red)

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow