Menteri ATR/BPN Soroti 13 Persen Tanah di Lampung Belum Bersertifikat

Jul 29, 2025 - 23:37
 0
Menteri ATR/BPN Soroti 13 Persen Tanah di Lampung Belum Bersertifikat
Foto : istimewa

BANDAR LAMPUNG, Lampunggo.com— Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa sebanyak 13 persen lahan di Provinsi Lampung yang sebenarnya telah terpetakan, hingga kini belum didaftarkan sebagai hak milik resmi. 

Dalam kunjungannya ke Lampung Nusron bertemu dengan seluruh kepala daerah se-Provinsi Lampung guna membahas persoalan-persoalan pertanahan yang kian kompleks. 

Ia menyatakan bahwa tingkat konflik pertanahan di Lampung termasuk dalam kategori intensitas sangat tinggi, terutama antara masyarakat dengan korporasi, serta korporasi dengan negara.

“Lampung ini termasuk daerah dengan dinamika pertanahan yang cukup ekstrem. Konflik antara warga dan perusahaan, maupun antara perusahaan dan aset negara, cukup sering terjadi dan membutuhkan penanganan serius,” tegas Nusron Selasa (29/7/2025),

Menurutnya, banyak warga belum mampu mendaftarkan lahannya secara resmi karena terbentur biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mencapai lima persen dari nilai NJOP. Karena alasan tersebut, pemerintah merancang kebijakan khusus untuk memberikan pembebasan biaya BPHTB bagi masyarakat miskin ekstrem.

“Kami akan mendorong skema pembebasan biaya BPHTB bagi kelompok masyarakat miskin ekstrem. Ini penting agar proses legalisasi tanah mereka tidak mandek karena alasan ekonomi,” jelasnya.

Tak hanya itu, Nusron juga menyebut masih terdapat sekitar 600 ribu hektare tanah di Lampung yang belum terpetakan maupun terdaftar secara administratif. Situasi ini, menurutnya, sangat rentan menimbulkan konflik tumpang tindih kepemilikan di masa mendatang.

“Permasalahan tumpang tindih akan terus berlanjut jika tidak ada langkah percepatan pemetaan dan pendaftaran tanah, termasuk melalui program PTSL,” tambahnya.

Ia juga menyinggung soal 472 ribu bidang tanah di Lampung yang masuk kategori KW-456, yakni sertifikat yang diterbitkan pada tahun 1960 hingga 1997 namun tidak dilengkapi dengan lampiran peta kadastral. Tanpa peta tersebut, status legal tanah menjadi lemah dan membuka ruang konflik baru.

Sebagai langkah konkret, Nusron meminta seluruh kepala daerah agar menginstruksikan aparatur pemerintahan hingga tingkat kelurahan untuk aktif memfasilitasi percepatan sertifikasi, termasuk validasi dan pemutakhiran data pertanahan di wilayahnya.

“Kita harus bekerja cepat dan sinergis. Penyelesaian masalah pertanahan ini tidak bisa ditunda lagi, karena menyangkut keadilan, kepastian hukum, dan potensi investasi di daerah,” tandasnya. (**) 

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow