RKUHAP Dinilai Lebih Terukur, Habiburokhman: Penahanan Tak Bisa Lagi Semudah Dulu

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) akan membawa perubahan besar dalam sistem penahanan di Indonesia.

Jul 12, 2025 - 06:35
 0
RKUHAP Dinilai Lebih Terukur, Habiburokhman: Penahanan Tak Bisa Lagi Semudah Dulu

JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) akan membawa perubahan besar dalam sistem penahanan di Indonesia. Menurutnya, draf RKUHAP yang kini sedang dibahas bersama pemerintah bertujuan menciptakan mekanisme penahanan yang lebih terukur dan objektif.

Habiburokhman menjelaskan RKUHAP tak lagi membolehkan penahanan hanya berdasarkan kekhawatiran aparat penegak hukum seperti di KUHAP lama. Kini, aparat harus memenuhi sejumlah syarat konkret sebelum menahan tersangka atau terdakwa.

 “Saya agak viral kemarin soal Pasal 93 ayat (5) yang mengatur syarat penahanan. Tujuannya agar penahanan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Harus ada tindakan nyata yang menjadi dasar,” kata Habib, saat konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (11/7/2025), 

Dalam draf RKUHAP terbaru, penahanan hanya bisa dilakukan apabila tersangka atau terdakwa:

1. Mengabaikan panggilan penyidik sebanyak dua kali berturut-turut tanpa alasan yang sah.

2. Memberikan informasi yang tidak sesuai fakta dalam proses pemeriksaan.

3. Menghambat proses penyidikan atau berupaya melarikan diri.

4. Menghilangkan atau mencoba menghilangkan barang bukti.

5. Mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.

6. Terancam keselamatannya sendiri dan secara sadar meminta perlindungan melalui penahanan.

7. Berusaha memengaruhi saksi agar memberikan keterangan tidak sesuai kenyataan.

Lebih lanjut, Habib (sapaan akra_red) menggunakan, klausul tambahan seperti "tidak bekerja sama dalam pemeriksaan" sempat diusulkan, namun akhirnya dicabut karena dianggap terlalu subyektif dan berpotensi multitafsir.

“Kami ingin proses penahanan betul-betul akuntabel. Jadi yang bersifat abu-abu kami drop. Harus ada bukti nyata, bukan sekadar dugaan atau kekhawatiran,” tegasnya.

Ia menilai ketentuan ini sangat longgar dan membuka celah penyalahgunaan kewenangan oleh penyidik.

 “Lihat saja, KUHAP lama cukup dengan tiga kekhawatiran. Padahal, kekhawatiran itu subjektif. Siapa yang bisa menilai seseorang akan lari? Tidak ada standar yang jelas,” ujarnya.

RKUHAP, kata Habiburokhman, istilah “kekhawatiran” diganti dengan “berupaya”. Artinya, harus ada tindakan konkret dari tersangka yang menunjukkan keinginan untuk melarikan diri atau merusak proses hukum.

Terkait kritik dari sejumlah pihak yang menyebut RKUHAP justru lebih membahayakan, Habiburokhman menyatakan keheranannya. Ia menegaskan bahwa revisi ini justru merupakan upaya membatasi ruang subjektivitas aparat penegak hukum dalam menjatuhkan penahanan.

“Justru yang berbahaya itu KUHAP lama. Anda bisa ditahan hanya karena aparat merasa khawatir. Ini sangat tidak adil. Di KUHAP baru, semua harus jelas, ada peristiwa, ada bukti,” katanya.

Politisi Gerindra itu menyampaikan bahwa revisi KUHAP dan KUHP secara keseluruhan bertujuan untuk menjadikan hukum Indonesia lebih modern dan beradab. Salah satunya melalui penguatan prinsip “due process of law”, di mana hak tersangka atau terdakwa lebih dilindungi.

“Kami tidak ingin Indonesia jadi negara yang mudah menahan orang. Penahanan harus jadi pilihan terakhir, bukan yang pertama,” pungkasnya.

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow