Suhari Ajukan Perlindungan Hukum ke LPSK: Dugaan Kriminalisasi oleh Budi dan Oknum Penyidik Polda Metro Jaya
Kasus yang bermula dari Laporan Polisi Nomor: LP/B/4994/IX/2018, tertanggal 18 September 2018, dengan pelapor atas nama Budi, kembali mencuat setelah LPSK menerima permintaan perlindungan dari pihak Suhari melalui kuasa organisasi Monitoring Saiber Pungli Indonesia (MSPI).

Jakarta — Suhari alias Aoh, yang saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dengan penyebaran konten pornografi, mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan tersebut didasari oleh dugaan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh seseorang bernama Budi, yang disebut-sebut melibatkan Unit I Subdit IV Ditreskrimsus Polda Metro Jaya serta Unit II dan IV Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya.
Menurut DIRHUBAG MSPI, Thomson Gultom, alasan utama permohonan perlindungan ini adalah riwayat dugaan tindakan tidak manusiawi yang dialami Suhari saat ditahan pada 2–8 November 2018. Penahanan tersebut dilakukan oleh penyidik Unit II Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya.
Namun, Suhari kemudian dibebaskan secara tiba-tiba pada malam hari tanggal 7 November 2018 setelah LPSK mengirim surat perlindungan kepada Kapolda Metro Jaya (Nomor: R-102/3.4/HMKS/LPSK/11/2018 tertanggal 2 November 2018).
“Saat itu Suhari merasa curiga. Ia bahkan menolak keluar dari tahanan pada malam hari karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dalam pikirannya, dia bisa saja mengalami nasib serupa seperti rekannya Herdi Sibolga alias Acuan, yang tewas dalam kasus pembunuhan berencana,” ujar Thomson dikutip, Senin (23/6/2025).
Akhirnya, Suhari baru dibebaskan keesokan harinya dan dikenakan wajib lapor. Proses hukum terhadapnya pun tidak berlanjut selama lebih dari lima tahun, hingga pada 22 Mei 2025 mendadak muncul Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dengan nomor: B/8257/V/RES.2.5./2025/Ditreskrimsus, yang ditujukan ke Kejati DKI Jakarta.
“Surat SPDP itu mengejutkan kami. Setelah bertahun-tahun tak ada proses hukum, tiba-tiba kasus ini dihidupkan kembali. Ini patut dicurigai sebagai bagian dari skenario kriminalisasi terhadap Suhari yang pernah menjadi saksi kunci dalam kasus pembunuhan Herdi Sibolga,” ucap Thomson.
Menanggapi SPDP tersebut, MSPI mengajukan surat perlindungan hukum kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta dengan surat nomor: 020/Perlindungan Hukum/MSPI/IV/2025 tertanggal 2 Juni 2025. Dalam surat itu, MSPI meminta agar Jaksa Peneliti melakukan telaah mendalam terhadap dasar penetapan tersangka terhadap Suhari, termasuk memverifikasi apakah unsur pidananya terpenuhi atau tidak.
Thomson menegaskan bahwa pelaporan oleh Budi terhadap Suhari tidak terlepas dari upaya menghalangi pengungkapan kasus pembunuhan berencana terhadap almarhum Herdi Sibolga. Diketahui, pelaku utama pembunuhan tersebut adalah Ahmad Sunandar alias Nandar dan aktor intelektualnya, Handoko alias Alex, yang telah divonis penjara seumur hidup.
“Motifnya jelas: menyingkirkan Suhari dari proses hukum agar kebenaran terkait pembunuhan itu tidak terungkap. Ini bukan kali pertama Budi mencoba menjebloskan Suhari ke penjara. Sebelumnya, Budi juga melaporkan Suhari ke Unit 3 Subdit 3 Ditkrimum Polda Metro Jaya. Namun, penyidikan mandek karena tidak cukup bukti dan tak pernah diteruskan ke penuntutan. Ironisnya, penyidik tidak menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan),” pungkas Thomson.
Untuk diketahui, surat resmi dari MSPI, dengan nomor: 022/Perlindungan Hukum/MSPI/VI/2025, dikirim pada 11 Juni 2025 dan diterima oleh TU-LPSK keesokan harinya. LPSK merespons cepat dengan mengirimkan surat balasan bernomor: R-3589/4.1.PPP/LPSK/06/2025, tertanggal 17 Juni 2025, berisi permintaan kelengkapan syarat formil permohonan.(Ror)
Berikan Reaksi Anda






