Antusiasme Warga Tetap Tinggi Hadiri Kajian Subuh di Masjid Baitus Sidqon Way Mengaku

LAMPUNG BARAT (Lampunggo) : – Hingga hari ketiga Ramadhan 1446 H, masyarakat tetap antusias menghadiri kajian subuh di Masjid Baitus Sidqon, Way Mengaku.
Sejak awal bulan suci, jamaah rutin memenuhi saf untuk melaksanakan salat subuh berjamaah, dilanjutkan dengan kajian keislaman yang dipimpin oleh ustaz dan ulama setempat.
Puluhan jamaah terlihat khusyuk mengikuti kajian setiap pagi. Tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar, beberapa di antaranya juga datang dari wilayah lain. Ahmad, salah satu jamaah, mengaku mengikuti kajian subuh selama Ramadhan memberikan ketenangan dan menambah wawasan keislaman.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, dan saya berusaha memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan menambah ilmu agama setelah salat subuh, ujarnya.
Kajian dengan Tema Beragam
Kajian di Masjid Baitus Sidqon menghadirkan beragam tema, mulai dari keutamaan ibadah di bulan Ramadhan, tafsir Al-Qur’an, hingga fikih puasa. Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Baitus Sidqon, Rudi Wijaya, menyebut bahwa meningkatnya antusiasme jamaah setiap tahunnya menjadi motivasi bagi pengurus masjid untuk terus menghadirkan kajian yang bermanfaat.
Kami berupaya menyajikan materi yang relevan agar jamaah semakin semangat beribadah. Semoga semangat ini tetap bertahan hingga akhir Ramadhan, ujar Rudi.
Pantauan media pada hari kedua Ramadhan menunjukkan bahwa kajian subuh membahas Kitab Tanqih Al-Qoul, khususnya bab tentang keutamaan mengingat kematian. Kajian ini dipimpin oleh Ustadz H. Pairozi, M.Pd.I, yang juga Imam Besar Masjid Baitus Sidqon serta Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung Barat.
Mengingat Kematian sebagai Pengingat Diri
Dalam kajiannya, Ustadz Pairozi menekankan bahwa kematian adalah suatu kepastian bagi setiap manusia, terlepas dari profesi maupun kedudukannya.
Ujian berupa kematian adalah sesuatu yang pasti menimpa manusia di mana pun dia berada. Kematian bukan sesuatu yang perlu ditakuti, tetapi harus dipersiapkan dengan baik. Sebab, kematian adalah jembatan yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah SWT, jelasnya.
Beliau juga mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa wafatnya ulama merupakan kehilangan besar bagi umat, karena dengan kepergian mereka, ilmu agama pun berkurang. Kehadiran ulama sangat penting sebagai rujukan dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
Dengan wafatnya para ulama, umat tentu merasa kehilangan dan mengalami kesedihan mendalam. Hanya orang munafik yang tidak bersedih atas wafatnya pewaris Nabi, ungkapnya.
Dalam hadis lain disebutkan bahwa kematian seorang ulama lebih disenangi iblis daripada kematian tujuh puluh ahli ibadah. Sementara itu, kematian orang kaya menjadi penyesalan karena harus mempertanggungjawabkan hartanya, sedangkan kematian orang fakir menjadi ketenangan karena terbebas dari kesulitan hidup. Adapun kematian seorang pemimpin dapat menimbulkan fitnah atau ujian bagi masyarakat.
Ustadz Pairozi juga menyinggung tentang jabatan yang sering dianggap sebagai musibah karena tanggung jawabnya yang besar.
Sebagian orang menganggap bahwa jabatan adalah musibah atau setidaknya sebuah ujian. Ini karena jabatan membawa tanggung jawab yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Jabatan berpotensi menjerumuskan seseorang ke dalam penyalahgunaan wewenang yang berujung pada konsekuensi hukum, namun bukan jabatan itu sendiri yang menjadi musibah, melainkan penyalahgunaannya, paparnya.
Bagi mereka yang memahami hakikat jabatan, justru yang menjadi perhatian utama adalah pertanggungjawaban yang melekat padanya. Semakin tinggi level kepemimpinan seseorang, semakin besar tanggung jawab yang harus dipikul, baik di hadapan masyarakat maupun di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.
Harapan agar Kajian Subuh Tetap Konsisten
Dengan tingginya partisipasi jamaah, kajian subuh di Masjid Baitus Sidqon diharapkan terus menjadi sarana pembelajaran dan memperkuat keimanan umat Islam selama Ramadhan.
Semoga kajian ini terus berjalan dan menjadi ladang pahala bagi kita semua, harap Ali Akbar, salah satu jamaah yang rutin mengikuti kajian.
Kebiasaan menghadiri kajian subuh selama Ramadhan mencerminkan semangat tinggi masyarakat dalam menimba ilmu agama. Diharapkan, kebiasaan baik ini tidak hanya berlangsung selama bulan suci, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. (Duta)
Berikan Reaksi Anda






