Polemik Pemilihan RT/RW Greenbay Pluit: Dugaan Pengondisian dan KTP Misterius Jadi Sorotan

Jakarta Utara – Polemik pemilihan pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di Apartemen Greenbay Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, kembali mencuat ke permukaan. Dugaan adanya pengondisian proses pemilihan disebut berjalan mulus tanpa hambatan, bahkan terkesan diabaikan oleh pihak Kelurahan Pluit.
Dari hasil pantauan media, ditemukan fakta mengejutkan: ada Ketua RT yang tidak tinggal di Greenbay namun memiliki KTP beralamat di apartemen tersebut. Lebih mencurigakan lagi, muncul sejumlah KTP atas nama individu yang tidak dikenal penghuni resmi.
“Waktu pemilihan RT 03 itu, orangnya tidak tinggal di sini. Tapi KTP-nya Greenbay. Surat-suratnya memang memenuhi syarat, tapi unitnya bukan atas nama dia. Dia sendiri mengakui belum balik nama,” ujar Suhari, yang memi aset di Greenbay, dikutip, Senin (11/8/2025).
Temuan ini memicu dugaan bahwa data kependudukan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu dalam proses demokrasi tingkat lingkungan.
Lurah Pluit, Ahmad Faizal, saat dikonfirmasi sebelumnya menegaskan bahwa pemilihan telah sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta.
“Pemilihan sudah mengikuti aturan yang berlaku,” kata Faizal.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal berbeda. Salah satu kasus paling mencolok adalah Ketua RT 03 yang memiliki KTP beralamat Greenbay tetapi tidak tinggal di lokasi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius soal validitas data pemilih.
Masalah ini tidak berhenti pada pemilihan RT Januari 2025 lalu. Baru-baru ini, beredar rencana pemilihan RW di lingkungan Greenbay. Dugaan motif dan pola pengondisian serupa kembali menyeruak.
Ahmad Faizal disebut tetap memberi lampu hijau dengan dalih proses akan mengikuti Pergub DKI No. 22. Pernyataan ini justru memicu kecurigaan bahwa aturan hanya dijadikan tameng, tanpa upaya nyata memverifikasi data dan menjamin pemilihan yang adil.
Ahli pemerintahan Universitas Trisakti, Gunawan, menegaskan bahwa pihak kelurahan memiliki kewajiban untuk mengawasi dan mengevaluasi proses pemilihan.
“Kalau sudah ada bukti dan temuan, itu seharusnya jadi dasar tindakan. Kalau diabaikan, berarti ada kelalaian,” tegas Gunawan.
Menurutnya, ketidaktegasan bisa membuka celah penyalahgunaan wewenang dan manipulasi data, bahkan berpotensi menjadi preseden buruk di wilayah lain.
Sejumlah penghuni Greenbay yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa dengan sikap kelurahan.
“Kami ingin pengurus yang benar-benar tinggal di sini dan paham kebutuhan warga, bukan yang hanya numpang alamat,” ujar Anee, salah satu penghuni.
Warga meminta adanya verifikasi lapangan terhadap data pemilih dan calon pengurus, serta keterbukaan informasi mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebelum pemilihan dilaksanakan.
Pengamat tata kelola pemerintahan menilai solusi yang paling mendesak adalah transparansi penuh dalam setiap tahapan pemilihan RT/RW. Verifikasi harus melibatkan perwakilan warga dan memastikan hanya warga berdomisili asli yang berhak memilih maupun dipilih.
Pihak kelurahan juga diharapkan proaktif menindaklanjuti temuan, bukan hanya bersembunyi di balik dalih “sesuai aturan”. Tanpa pengawasan ketat, pengondisian pemilihan bisa merusak demokrasi di tingkat akar rumput.
Jika terbukti ada pelanggaran administrasi atau manipulasi data kependudukan, masalah ini berpotensi dibawa ke ranah hukum. Sejumlah aktivis dan kelompok warga mempertimbangkan melapor ke Ombudsman RI dan Inspektorat DKI Jakarta.
“Kami tidak mau demokrasi di sini hanya formalitas yang dikendalikan segelintir pihak,” tegas Anee.
Berikan Reaksi Anda






