Kasus Penyerobotan Tanah di Teluknaga: Nenek 68 Tahun Ditetapkan Tersangka, Diduga Ada Kejanggalan Prosedural

Jakarta - Kasus dugaan penyerobotan tanah kembali menyita perhatian di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Kali ini, seorang wanita lanjut usia bernama Li Sam Ronyu (68 tahun) harus menghadapi kenyataan pahit setelah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pemalsuan dokumen kepemilikan tanah. Ironisnya, status tersangka tersebut muncul di tengah klaim bahwa dirinya telah sah membeli lahan tersebut sejak tiga dekade lalu.

Jun 25, 2025 - 19:01
 0
Kasus Penyerobotan Tanah di Teluknaga: Nenek 68 Tahun Ditetapkan Tersangka, Diduga Ada Kejanggalan Prosedural
Kuasa hukum Li Sam Ronyu, Charles Situmorang, saat menyampaikan Kasus Penyerobotan Tanah di Teluknaga, Rabu 25/6/2025.

Kuasa hukum Li Sam Ronyu, Charles Situmorang, menegaskan bahwa kliennya merupakan pemilik sah lahan seluas 32 hektare yang berada di Kampung Nangka, Desa Teluknaga. Pembelian tanah itu terjadi pada tahun 1994 dari seseorang bernama Sucipto, dan telah diperkuat dengan bukti hukum berupa Akta Jual Beli (AJB) yang sah secara hukum.

“Klien kami membeli tanah itu dengan itikad baik, sah secara hukum, dan memiliki dokumen yang lengkap. Namun tiba-tiba ia ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik, padahal proses penyelidikan belum rampung dan banyak prosedur yang dilompati,” ujar Charles dalam konferensi pers, Selasa (25/6).

Dalam upaya mencari keadilan, tim kuasa hukum telah mengajukan sidang praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Sayangnya, sidang pertama harus ditunda karena ketidakhadiran pihak termohon, yaitu penyidik dari Polres Metro Tangerang Kota. Padahal, pemanggilan telah dilakukan secara resmi oleh pengadilan.

“Kami kecewa berat. Ketidakhadiran penyidik menimbulkan tanda tanya besar. Ini forum hukum yang sah untuk menguji keabsahan penetapan tersangka. Harusnya mereka hadir,” tegas Charles.

Charles menambahkan bahwa sesuai dengan Pasal 78–82 KUHAP, proses praperadilan memiliki tenggat waktu maksimal tujuh hari sejak sidang pertama. Keterlambatan atau ketidakhadiran pihak terkait dapat merusak upaya pencarian keadilan dan memperburuk citra penegakan hukum.

Tak hanya mempertanyakan ketidakhadiran penyidik, Charles juga mengungkapkan proses penetapan tersangka terhadap Li Sam Ronyu bertentangan dengan rekomendasi resmi dari Biro Wassidik Bareskrim Polri. Rekomendasi tersebut, disarankan agar penyidik melakukan pendalaman melalui pemeriksaan saksi dan penyitaan dokumen terlebih dahulu, karena belum ditemukan unsur tindak pidana yang cukup kuat.

 “Namun yang terjadi justru sebaliknya. Klien kami langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa mengikuti prosedur sebagaimana disarankan Mabes Polri. Ini jelas menyalahi prinsip kehati-hatian dalam proses penegakan hukum,” jelas Charles.

Lebih lanjut, melihat sejumlah kejanggalan, tim kuasa hukum telah mengajukan surat permohonan audit investigasi ke Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) dan Kadiv Propam Polri, namun hingga saat ini belum mendapat balasan resmi.

Selain itu, mereka juga menyatakan akan segera mengajukan permohonan audiensi ke Komisi III DPR RI, guna menyampaikan langsung permasalahan ini dan meminta pengawasan lebih lanjut terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan aparat penegak hukum di lapangan.

Charles menegaskan pentingnya perhatian publik dan media terhadap kasus ini agar hukum bisa ditegakkan dengan adil dan transparan.

“Saat ini seperti pepatah: no viral, no justice. Kami minta agar masyarakat ikut mengawal kasus ini. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini soal keadilan bagi seorang nenek berusia 68 tahun yang dizalimi,” pungkasnya.

Berikan Reaksi Anda

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow