Dugaan Permainan Uang di Balik Kasus Budi, Masyarakat Bertanya: Ada Apa dengan Oknum Polisi?
Jakarta – Sebuah kasus hukum yang melibatkan dua tokoh berbeda latar, Suhari, seorang pengusaha bengkel di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, dan Budi, sosok yang dikenal sebagai "penguasa kaya", tengah menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena isinya yang kontroversial, tetapi juga karena kejanggalan-kejanggalan yang menyertainya.
Kasus ini bermula dari laporan Budi ke Polda Metro Jaya pada 2018 lalu, yang ditangani oleh Unit 3 Subdit 3 Ditreskrimum. Proses laporan itu berjalan begitu cepat—terlalu cepat. Tanpa jeda panjang, Suhari langsung ditetapkan sebagai tersangka dan bahkan sempat mendekam di balik jeruji besi.
Namun yang membuat publik tercengang, justru perlawanan balik Suhari yang membuka tabir baru dalam kasus ini. Suhari menyebut awal mula konflik bermula dari sebuah telepon dari Budi yang menuduhnya memfitnah di media sosial.
"Saya tidak kenal dengan Budi sebelumnya. Tapi pada September 2018, dia menelepon dan mengancam keselamatan saya—sampai mengatakan akan memperkosa anak dan cucu saya," kata Suhari, Minggu (15/6/2025),
Suhari menyebut pada 14 September 2018 malam, Budi mendatanginya di kantor sambil melontarkan makian dan provokasi.
“Saya turun, dia meludahi saya, saya balas, dan kami terlibat saling dorong. Dia pergi sambil bilang ‘kamu akan saya cari lagi,’” ungkapnya.
Beberapa hari setelah insiden tersebut, tepatnya 24 September 2018, Suhari mengaku didatangi lima polisi yang melakukan penggeledahan dan penyitaan CCTV kantor miliknya. Anehnya, kata Suhari, penyitaan dilakukan tanpa surat izin dari pengadilan.
"Mereka datang makin malam makin banyak, bertindak arogan, dan membawa alat-alat perekam saya tanpa prosedur yang jelas. Saya keberatan dengan tindakan mereka," ucapnya.
Tak terima, Suhari melawan dengan melaporkan balik Budi. Laporannya tercatat dengan nomor: LP/5247/AX/2018/PMJ/Dit. Reskrimum, tertanggal 29 September 2018.
Suhari mengatakan, Budi telah melakukan pencemaran nama baik, fitnah, hingga perbuatan memaksa. Namun anehnya, laporan tersebut tidak menunjukkan perkembangan (Mandek_red)
"Sampai hari ini saya hidup dalam ketakutan. Bahkan di tahanan, saya bisa satu ruangan dengan pembunuh teman saya sendiri. Saya merasa nyawa saya terancam," ujarnya.
Lebih dari itu, dugaan makin liar setelah muncul kabar bahwa Budi menyetor uang dalam jumlah besar kepada oknum tertentu demi memperlancar laporannya. Sementara laporan Suhari justru tak mendapat perlakuan yang setara.
Pertanyaan pun menyeruak di ruang publik: Apakah benar ada praktik ‘main uang’ dalam kasus ini? Apakah hukum kini milik mereka yang kaya dan berpengaruh?
Banyak pihak menilai bahwa penanganan perkara ini mencerminkan ketimpangan hukum yang akut. Laporan dari pihak kuat diproses kilat, sementara laporan tandingan dari rakyat biasa terkatung-katung tanpa kejelasan.
Hukum seharusnya berdiri di atas semua golongan—bukan alat pemukul yang bisa disewa. Tapi kasus ini memperlihatkan bahwa keadilan bisa menjadi ilusi ketika uang dan kuasa ikut bermain.
Sementara berita ini diturunkan, media ini belum berhasil mendapatkan konfirmasi resmi dari pihak Budi maupun oknum anggota Polda Metro Jaya yang disebut-sebut dalam perkara ini. (Ror).
Berikan Reaksi Anda






